Halaman

Sabtu, 23 April 2011

Bebek Bengil, The Ubud Building

Bebek Bengil, The Ubud Building


Bahkan bila frasa “Bebek Bengil” (atau ‘tengil’) mengingatkan Anda pada diskotek pertama yang pernah Anda kunjungi—ah Anda tahu maksud saya—tipe dengan kilatan cahaya biru terang yang membuat Anda berganti baju belasan kali sebelum akhirnya berani menghadapinya—jangan dulu mencoret yang satu ini dari daftar Anda. Jika Anda bisa melewati dekorasi yang megah namun anakronistis—apa yang terjadi dengan warung-warung kalem pinggir jalan?—Bebek Bengil masih piawai mengolah bahan-bahannya: bebek dengan kegaringan yang tepat, tak kuyup berminyak, disajikan dengan sambal matah Bali serta urap (sayur rebusan yang renyah berbalur parutan kelapa) yang mantap. Sungguh klasik.

Kejutan menyenangkan lainnya adalah sup bebeknya—kaldu yang tampil perkasa, dengan aksen potongan melon, berlimpah dengan jahe dan arak (memberi sentuhan ciamik yang membumi)—dan hidangan laut panggang yang terdiri atas udang windu, kakap, tuna, dan cumi, disuguhkan dalam langgam Mediterrania dengan zucchini serta paprika merah dan hijau, tapi sungguh sangat Bali dari segi cita rasa (tarik urat antara Barat dan Timur yang sama-sama menahan diri).

Apabila Anda penggemar Nasi Bali, silakan pergi ke tempat lain. Campuran mujarab yang khas bagi sajian ini—yakni kacang goreng yang kulitnya masih mendesis panas dan ikan teri goreng—diturunkan ke tingkat yang nyaris tak dapat diterima dengan penggunaan kacang Bali standar; dan daging pedasnya sama-sekali tak pedas.

Lukisan-lukisan lanskap bertema Indonesia Molek di dalam ruangan, yang sungguh menjemukan, dan dengan bingkai yang lebih membosankan lagi, berusaha memaku tempat ini pada suatu standar kemewahan tertentu. Seperti diperkirakan, upaya ini segera dikalahkan oleh ruang depan mereka (yang bahkan tak melakukan upaya apa pun).

Saya sarankan Anda duduk di luar, di taman, tempat Anda bisa mengelak dari ambisi ruang makan yang berlebih-lebihan dan sedikit mengganggu, dengan bangku-bangku panjang dan warna coklat kelam serta jingga megah yang tak berjiwa—seperti restoran hidangan laut yang didandani mati-matian, tak yakin tentang apa yang harus mereka lakukan dengan uang mereka. Tapi bebeknya, oh, bebeknya… cukuplah saya bicara.

Harga: sekitar Rp 200.000 – Rp 250.000 untuk bertiga
Jam buka: 11.00 – 22.00
Aturan busana: santai
Atmosfer: mewah tak sampai
Alkohol: ya
Metode pembayaran: menerima semua kartu kredit utama
Diulas pada: April 2009

Sumber : Jakarta Good Food Guide 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar